Pembuktian ilmiah mitos tempe melintasi pulau
DOI:
https://doi.org/10.37301/esabi.v4i2.37Keywords:
Tempe, Variasi pembungkus, KelembapanAbstract
Terdapat sebuah mitos yang berkembang di masyarakat bahwa tempe tidak bisa menyebrang laut. Apabila dipaksakan maka tempe tersebut akan cepat busuk. Hipotesis yang mungkin adalah karena adanya aerasi yang kurang akan udara segar. Laut diketahui sebagai tempat hilirnya segala macam polutan udara berakhir. Kelembapan dan tekanan udara serta aerasi yang berbeda dengan saat di darat membuat proses fermentasi tempe berjalan tidak normal. Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kemudian dalam memperoleh data, peneliti menggunakan studi pustaka dan eksperimen. Peneliti terjun langsung ke lapangan dan melakukan penelitian dengan cara melakukan eksperimen terhadap variasi daun pembungkus tempe, pengujian kelembapan udara pada tempe sebelum dan sesudah melintasi Selat Madura, melakukan pengamatan, serta wawancara dengan konsumen. Kemudian data diolah dengan cara tabulasi data dan hasil pengamatan.
Berdasarkan hasil penelitian pada saat tempe masih dalam keadaan belum matang, maka diperoleh data sebagai berikut bahwa tempe yang menggunakan pembungkus daun kopi menghasilkan aroma yang wangi, rasa seperti tempe pada umumnya, tekstur tempe lembut, warna tempe putih bersih, dan penampakannya diselimuti jamur putih tebal. Tempe dengan pembungkus daun pandan menghasilkan sedikit aroma wangi pandan, rasanya seperti tempe pada umumnya, tekstur tempe lembut, warna tempe putih, dan penampakan permukaan tempe sedikit diselimuti jamur. Tempe dengan pembungkus daun waru menghasilkan aroma tempe yang sangat pekat, rasanya seperti tempe pada umumnya, tekstur tempe lembut, warna tempe putih, dan penampakan luar tempe agak kasar dan berlubang. Tempe dengan pembungkus daun pisang menghasilkan aroma seperti tempe pada umumnya, rasanya seperti tempe pada umumnya, tekstur tempe lembut, warna tempe putih, dan penampakan permukaan tempe lebih halus. Ketika tempe dengan berbagai variasi pembungkus daun tersebut digoreng, menghasilkan warna yang hampir sama, yaitu warna kuning keemasan, dan juga menghasilkan tekstur dan rasa yang hampir sama.
References
Afiyah, D.N. 2013. Sifat Mikrobiologi Sosis Daging Sapi Dengan Penambahan Ekstrak Daun Jati (Tectona Grandis) Selama Penyimpanan Dingin. Diakses 7 April 2022 dari Skripsi. Bogor : Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Ashihara, H., H. Sano and A. Crozier. 2008. Caffeine and Related Purine Alkaloids:
Biosynthesis, Catabolism, Function and Genetic Engineering. Diakses 18 Maret 2022, dari J Phytochemistry. 69: 841–856.
Bago,Adam Smith.2019. Dangan Daya Hambat Ekstrak Pandanus amarillyfolus dengan Uncaria gambir Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli Sebagai Materi Penuntun Praktikum Untuk Menunjang Mata Kulia Mikrobiologi. Diakses 15 Maret 2022, dari Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan. STKIP Nias Selatan. Buckle K.A dkk. 2007. Ilmu Pangan. Jakarta : Indonesia University Press.
Lenny, S. 2006. Senyawa falfonoid, fenilpropanoida dan alkaloida. Diakses pada 5 April 2022, dari Karya Ilmiah. Medan : Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.
Priyo S., Samuel, Mey M.M. Daya Simpan, Pembungkus, Sifat Fisik, Tempe. Diakses 19 Maret 2022, dari Jurnal Poltekkes Tasikmalaya. Syarief, R. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala. Hlm. 2. ISBN 979-8142-16-0.
Winarno. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2022 Jurnal Edukasi dan Sains Biologi
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.